Minggu, 03 November 2024

Nordianto Hartoyo, Menggagas GenRengers Educamp untuk Peduli Bahaya Pernikahan Dini

                 

Source foto : Kemenpora 

Pernikahan Usia Dini merupakan ikatan yang dilakukan oleh pasangan yang masih tergolong dalam usia muda pubertas. Sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 Ayat 1 tercantum bahwa usia yang sudah diperbolehkan menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan.

Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya pernikahan di usia dini.  Bisa karena faktor ekonomi, biasa terjadi karena kondisi keluarga yang kesulitan ekonomi sehingga salah satu jalan keluarnya adalah menikahkan anaknya di usia dini untuk meringankan beban keluarga dan mengharapkan anaknya mendapat kehidupan yang layak. Bisa juga dari faktor pendidikan yang rendah yang  terjadi pada orangtua dan anak, karena orang tua yang berpendidikan rendah pasti akan cenderung berfikir pasrah dan tidak melakukan kalkulasi dampak yang disebabkan kepada anak. Begitu juga dengan anak sehingga mengakibatkan mereka hanya bisa menerima apa yang diperintahkan orangtuanya.


Faktor lainnya bisa dari  budaya atau tradisi. Faktor ini biasanya bersifat kaku dan tidak bisa diubah. Bagi beberapa masyarakat menganggap bahwa menolak lamaran adalah sesuatu yang menghina padahal umurnya si anak belum mencukupi 16 tahun.


Media massa juga turut berperan, karena mudahnya mengakses informasi dari segala bentuk dan macam sumber di era saat ini. Anak-anak mudah sekali melihat situs-situs pornografi yang kemudian tidak dibekali bekal emosinal dan pengetahuan yang cukup sehingga menimbulkan banyaknya hamil diluar nikah menjadi pemicu pernikahan usia dini.

Source foto : Freepik

Padahal faktanya pelaksanaan pernikahan pada usia dini memberikan banyak dampak negatif bagi anak, baik secara fisik dan mental, tingginya angka pernikahan usia dini dapat meningkatkan angka risiko kematian ibu dan anak.


Sebagai ibu yang mempunyai anak perempuan, yang kecenderungan akan menikah lebih cepat dibandingkan anak laki-laki, saya betul-betul menerapkan edukasi yang benar, agar kelak saatnya anak memasuki  gerbang pernikahan, sudah salah usia matang dan mental yang baik.


Tidak dipungkiri, pernikahan dini masih banyak terjadi di sekitar kita, entah dengan alasan atau faktor apa hingga pernikahan itu terjadi, cuma yang saya lihat sendiri, di tetangga dekat rumah, ada pasangan usia muda yang secara mental mungkin belum siap.  Sungguh miris banget melihatnya. 


Menggagas GenRengers Educamp

              
Source foto : E-booklet SATU Indonesia Awards

Sampai saya membaca profil Nordianto Hartoyo Sanan, beliau mendapatkan penghargaan dari SATU Indonesia Awards yang diselenggarakan oleh PT. Astra Internasional untuk kategori kesehatan pada tahun 2018  berkat keseriusannya dalam mengkampanyekan dampak negatif nikah muda


Nordianto Hartoyo Sanan merupakan seorang penggerak sosial muda asal Kubu Raya, Kalimantan Barat  yang sangat peduli dengan masalah pernikahan usia muda. Sejak remaja, Nurdianto sudah memiliki keprihatinan terhadap isu pernikahan muda. 


Berawal dari keikutsertaannya sebagai peserta PIK Remaja BKKN yang memang merupakan pelatihan tentang kesehatan reproduksi remaja, bahaya seks bebas serta NAPZA, yang membuatnya merasa menemukan apa yang ia cari selama ini .  Nordianto awalnya termotivasi untuk menyuarakan kegelisahannya karena ibunya yang pernah mengatakan  bahwa kalau saja tidak menikah diusia muda, mungkin beliau akan menjadi orang yang lebih sukses, punya kehidupan lebih baik.  Ibu dari Nordianto juga sakit-sakitan karena hamil diusia muda, keguguran berkali-kali dan banyak faktor lainnya yang membuat kesehatan reproduksinya menurun.


Tergugah dengan kisah superhero yang kerap ditontonnya sejak kecil, bayangan membantu banyak orang senantiasa hadir dalam benak Nordianto. Ia yakin siapa pun itu bisa mengambil peran untuk menjadi pahlawan di lingkungannya.  Hingga pada tahun 2016,  Nordianto menggagas GenRengers Educamp,  yaitu sebuah program kemah untuk memberikan edukasi dan pelatihan kepada remaja.


Lewat program GenRengers Educamp, pemuda ini tidak serta-merta melarang anak muda untuk menikah. Akan tetapi ia mengajarkan berbagai hal tentang kesehatan reproduksi, bahaya seks bebas, serta pentingnya kemandirian ekonomi dalam membangun rumah tangga. Hasil akhir yang diharapkannya adalah banyak anak muda mampu menyerap informasi yang telah ia bagi, hingga menyadari sendiri bahwa perkawinan usia muda memiliki banyak dampak buruk. 


Ternyata Nordianto tidak hanya memberikan pelatihan dan edukasi untuk dapat diterapkan oleh pribadi peserta namun jugamenekankan bahwa tujuan dari kegiatan yang ia gagas adalah untuk melahirkan local champion atau kader-kader yang nanti usai program dapat meneruskan informasi ini di lingkungan mereka masing-masing. Dengan demikian, upaya untuk menekan pernikahan usia muda serta memberdayakan anak muda bangsa dapat menjangkau massa yang lebih luas. 


Keren banget karena  Nordianto juga pernah menjadi delegasi Asia-Pasifik untuk kegiatan Indigenous People Youth Conference di Rio De Janeiro, Brasil untuk menyampaikan pandangannya terkait isu yang sama. 


Kini, program yang digagasnya tersebut telah berhasil diselenggarakan di 14 kabupaten/kota di Kalimantan Barat. Hingga saat ini, kegiatan educamp sudah mulai menjangkau ke berbagai kabupaten dan direduplikasi di lima provinsi.  Dan juga memiliki sekitar 20 tenaga relawan inti yang tergabung dalam tim inti GenRengers Educamp.  Bersama tim ini, dalam dua pekan sekali, Nordianto merancang dan mengadakan kegiatan educamp di pelosok daerah Kalimantan Barat 

yang rentan dengan tingginya angka perkawinan usia dini serta pergaulan 

remaja yang bebas. Harapannya, dari setiap educamp yang dihelat, akan selalu lahir relawan baru untuk mengambil peran menekan tingginya angka perkawinan dini di daerah asal mereka 


Peduli Bahaya Pernikahan Dini

             
Source foto: Freepik

Nordianto berharap anak muda Indonesia memahami arti pentingnya pendidikan, memanfaatkan ruang untuk berpartisipasi, mengembangkan diri, serta meraih mimpi tanpa harus terjerat ikatan perkawinan di usia yang begitu belia dan rawan masalah. 


Nordianto menjadi semangat untuk bangkit bagi para generasi muda supaya tergerak memberikan perubahan dengan melakukan hal kecil namun sangat bermakna. 


ASTRA mengapresiasi orang-orang yang  berkontribusi dan memberikan dampak positif yang berkelanjutan untuk kepentingan bersama yang lebih baik.   Apresiasi ini diberikan kepada anak bangsa yang senantiasa memberi manfaat bagi masyarakat melalui lima bidang, kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, teknologi serta satu kategori kelompok yang mewakili kelima bidang tersebut


Untuk informasi lebih lengkap tentang SATU Indonesia Awards dapat diakses melalui www.satu-indonesia.com.


Tidak ada komentar: