Jumat, 18 Oktober 2024

Jembatan Edukasi dan Informasi Seputar Autisme oleh Alvinia Christiany


Beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan teman lama semasa SMA, karena rentang waktu yang lama tidak bertemu, saya  baru tahu anak pertamanya laki-laki dan  menderita "autis"


Saat berkesempatan berbicara dari hati ke hati, teman saya ini bilang, dari lahir anaknya ini sehat, montok bikin gemes dan tidak kurang suatu apapun , sampai usia 5 bulan tiba-tiba mengalami sakit panas dan kejang, namun terlambat di bawa ke dokter/medis, dan pada akhirnya seperti sekarang ini sampai usia di anak mencapai 19 tahun namun tidak mendapatkan penanganan berarti.


Teman saya ini cerita jaman dahulu kehidupan masih susah, jadi tidak bisa memberikan terapi yang tepat karena terbentur biaya, dan merasa malu untuk berbaur dengan masyarakat karena merasa anaknya berbeda.

                
Sumber foto : freepik

Dikutip dari beberapa sumber, Autis atau biasa disebut autism spectrum disorder adalah sebutan bagi orang-orang yang mengalami gangguan pada sistem sarafnya dan mempengaruhi perilakunya sehari-hari atau yang disebut juga dengan neurobehaviour. Tanda seseorang menunjukkan gejala gangguan autis biasanya dapat diamati pada tahun ketiga setelah lahir. Namun, tidak sedikit juga yang sudah mengidap autis sejak lahir


Gangguan autisme memiliki beberapa ciri-ciri yang dapat diamat. Umumnya, ciri ini dapat dilihat sejak usia mereka masih anak-anak.


Ciri paling umum dari pengidap autis adalah mengalami masalah dengan sosialnya. Misalnya, lebih suka bermain sendiri, berinteraksi dengan orang lain hanya untuk mencapai tujuannya, kontrol emosi yang buruk hingga menghindari kontak fisik dari sosialnya.


Sekilas, beberapa orang dengan autisme terlihat memiliki kendala intelektual, masalah sensorik, problem pendengaran atau penglihatan.  Faktanya, ada berbagai macam tipe autisme. Berbeda tipe, berbeda pula penanganan yang diperlukan.

Diagnosis yang akurat dan sedini mungkin dapat membantu anak-anak autis mendapatkan support dan pendidikan yang sesuai.


Beberapa ahli mengatakan bahwa seseorang mengidap autis karena faktor genetika. Namun, selain faktor genetika, ada faktor lain yang dapat menjadi faktor autis seperti jenis kelamin, faktor keturunan, efek samping alkohol atau obat, mengidap penyakit tertentu, bayi lahir prematur, dan juga usia orang tua ketika hamil.


Teman saya bilang kalau si anak sering tantrum dan bisa menyakiti orang yang ada di sekitarnya. Sungguh rasanya miris banget melihatnya, hanya bisa duduk diam, tanpa bisa melakukan apa-apa, minimal untuk dirinya sendiri.  


Ga kebayang, gimana nanti kalau misal orang tuanya yang pergi mendahului, bagaimana dengan masa depan si anak autis ini? 


Orang Tua Malu Mempunyai Anak Autis?


Stigma autisme di Indonesia masih 

tergolong cukup buruk, sehingga 

banyak orang tua dengan anak autisme 

cenderung malu akan keadaan anaknya 

sehingga tidak mendapatkan edukasi 

yang cukup untuk membesarkan anaknya 

dengan maksimal. 


Sungguh kasihan bukan kalau seperti ini, bagaimana anak-anak autis bisa berdaya minimal untuk diri mereka sendiri?

                 
Sumber foto: Facebook Semangat Astra Terpadu 

Sampai saya membaca profil salah satu profil penerima Apresiasi Satu Indonesia Awards 2022  kategori kelompok, beliau adalah Alvinia Christiany yang merupakan co-founder dari "Teman Autis" bersama dengan Ratih sebagai founder. Yang merupakan seorang  corporate legal counsel lulusan Fakultas  Hukum, jurusan Hukum Bisnis, Universitas  Airlangga dan Master of Laws dari  University College London


Alvinia Christiany yang menjadi co-founder serta 6 anggota lainnya dengan beragam 

latar belakang, diantaranya guru anak 

berkebutuhan khusus, dunia digital 

marketing, legal counseling dan lain 

sebagainya.


Anak-anak dengan kebutuhan khusus memang kerap dipandang sebelah mata. Tatapan aneh hingga aksi perundungan sering mereka dapatkan.  Inilah yang menggerakkan hati Alvinia Christiany karena prihatin dengan banyaknya kasus perundungan yang menimpa anak autis di Indonesia.


Alvinia memaparkan bahwa gerakan Teman Autis ini awalnya bernama Light Up Project dan terbentuk pada 2017. Namun, pada 2018, gerakan ini mem-branding diri dengan visi yang lebih spesifik. Bahkan, pada awal mula berdirinya gerakan ini mayoritas menggunakan pendanaan mandiri yang berasal dari para anggotanya.


Untuk selanjutnya mereka mengadakan penggalangan dana yang awalnya ada donatur yang memberikan donasi untuk mereka mengembangkan website ini, tapi tetap mayoritas merupakan pendanaan mandiri.

                
Sumber foto : Instagram @temanaut

Teman Autis didirikan untuk memberikan berbagai macam edukasi mengenai autisme untuk para orang tua yang mempunyai anak dengan diagnosa autisme.  Teman Autis percaya jika orang tua dilengkapi dengan edukasi yang tepat, maka anak autis dapat berkembang dengan maksimal.  Dari mulai seminar hingga turun ke jalan saat car free day jadi cara yang ditempuh gerakan Teman Autis untuk mensosialisasikan autisme.  

Melakukan jalan bareng dengan anak-anak yang punya kondisi autisme beserta orangtuanya juga di car free day Sudirman Jakarta.  Dengan membawa spanduk, mensosialisasikan autisme kepada pejalan kaki yang ada di car free day, sekalian untuk meningkatkan kesadaran autisme di lingkungan sekitarnya.  


Para orang tua yang anaknya menderita autis juga bisa saling mengobrol tentang kondisi masing-masing anak mereka di acara seminar yang agendakan.  Adanya hal ini diiharapkan para orangtua anak-anak autis bisa saling bertemu dan berdiskusi, sehingga dari sinilah terpetakan mengenai kebutuhan mereka. Dari kebutuhan mencari klinik, tempat terapi, hingga sekolah.

             
Sumber foto Instagram @temanautis


Website www.temanautis.com dibentuk oleh Alvinia  pada tahun 2018. Website ini bisa menjadi wadah bagi para orangtua untuk mencari informasi dan masyarakat awam untuk mengenal lebih dekat dengan anak-anak autis.  Memuat direktori tempat-tempat seperti klinik, tempat terapi, sekolah, hingga komunitas-komunitas bagi anak-anak autis. Selain itu terdapat pula berbagai macam artikel tips yang ditulis oleh ahlinya, sehingga memudahkan orangtua untuk mencari informasi dari sumber terpercaya.    Disamping itu juga menyediakan test screening awal bagi orangtua dengan anak usia 4-11 tahun yang ingin mengetahui apakah anak mereka mengalami gejala autisme atau tidak.


Langkah Alvinia Christiany semakin mantap untuk membuat masyarakat bisa mengetahui dan memahami kondisi para anak autis.

Sampai saat ini Teman Autis juga sudah 

bekerjasama dengan 100 lebih klinik, 

tempat terapi, dan sekolah.


Meski sederhana, mimpi mereka mulia, supaya anak-anak autis dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.  Salah satu cara yang ingin dilakukan adalah merangkul mitra dari pulau lain sehingga para orangtua dapat mendapatkan bantuan yang mereka inginkan.


Gerakan Teman Autis juga akan fokus mengembangkan konsultasi online. Hal ini dilakukan dengan cara sosialisasi konsultasi online dengan pergi ke kota lain.  Sehingga para orangtua yang memiliki akses terbatas bisa segera mendapat penanganan dari ahlinya.


Apresiasi Semangat Astra Terpadu (SATU) Indonesia Awards ke-13 untuk kategori kelompok


Dengan segala sepak terjang Alvinia Christanty bersama teman-temannya untuk  membuat Indonesia ramah autis, mereka pun akhirnya bisa menjadi pemenang dan menerima Apresiasi Semangat Astra Terpadu (SATU) Indonesia Awards ke-13 untuk kategori kelompok


Apa yang dilakukan oleh Alvinia Christianty menjadi semangat untuk bangkit bagi para generasi muda supaya tergerak memberikan perubahan dengan melakukan hal kecil yang bermakna. 


Kedepannya masyarakat indonesia bisa menerima teman autis di lingkungannya sehingga mereka mudah menjalankan kehidupan sehari-harinya.


ASTRA mengapresiasi orang-orang yang  berkontribusi dan memberikan dampak positif yang berkelanjutan untuk kepentingan bersama yang lebih baik. Semangat Astra Terpadu (SATU) Indonesia!

Tidak ada komentar: